ga menyangka, tiba-tiba menemukan sebuah cerita pendek yang dibuat ketika kelas 3 SMP..
gue pos aja,,,
cerita ini ada kesamaan nama tokoh dalam anime Naruto (gue suka FIlm dan cerita Naruto),,hehehe
yang gue pikir itu sangat ga pas nama tokoh itu buat cerita disini,, hahahahaa
=======================================================================
Setiap hari ibu
guru Sonade datang pagi. Ibu Sonade memang guru yang rajin dan ramah. Ibu Sonade
selalu datang pagi – pagi, bahkan sebelum guru yang lain datang ibu Sonade sudah
berada ditempat kerjanya. Murid – murid sangat menyeganinya dan senang
diajarnya. Sekarang, umur Ibu Sonade sudah lebih dari 45 tahun, dan sudah
mengajar lebih dari 20 tahun serta beliau adalah guru wiyata bakti.
Pada suatu hari
dengan langkah tegap, ibu guru Sonade menyusuri jalan setapak menuju ke
sekolahnya tempatnya mengabdikan diri. Mendidik putra putri generasi penerus
bangsa. Dengan keringat yang membasahi keningnya, senyum ramahnya tetap
menghias menghampiri anak didiknya yang berhamburan mengerumuni untuk menyalami
tangan keriputnya. Pergi sudah rasa lelahnya melihat kelucuan dan keluguan anak
didiknya. Sebuah kebahagian tersendiri bagi seorang guru karena merasa dirindu,
dinanti, dan dibutuhkan.
Bel tanda masuk
berbunyi. Ibu Guru Sonade bersiap mengajar.
“Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakathu” ibu guru Sonade memberi salam.
“Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakathu” suara mereka
bergema ke ruangan kelas tersebut.
“Sebelum memulai
pelajaran, kita berdoa dulu. Silahkan ketua kelas” perintah Ibu guru Sonade.
“Siap grap!berdo’a
mulai!”Ucap Naruto sebagai ketua kelas 3. Murid – muridpun berdo’a dengan
tenang diikuti oleh ibu guru Sonade. Satu ruangan yang terdiri dari tiga
puluhan siswa saja yang terdiri dari kelas I, II, dan III.
Mentari pagi
sedang hangat – hangatnya, begitupun suasana hangat di kelas yang ibu gurunya
ramah itu. Dengan sabar dan perhatian dibimbingnya anak – anak itu untuk
belajar. Selain menyampaikan materi pembelajaran, ibu guru Sonade juga sering
menyelingi dengan humor, pertanyaan, dan acara- acara yang menarik di kelas.
Walau ibu guru Sonade seorang wiyata bakti, namun semangat untuk mengajarnya
tinggi.
Waktu istirahat
pun tiba. Saatnya ibu guru Sonade untuk sejenak melepas lelah. Suaranya hampir
serak karena terus menerus berbicara. Berbicara untuk mengajar murid – murid
itu, ataupun untuk mengingatkan mereka yang usil dan ramai. Benar – benar hari
yang melelahkan.
Bu Sonade dikejutkan
oleh suara seorang pemuda gagah yang mengetuk pintu kantor guru yang mirip
gudang itu. Dipersilahkannya masuk tamu itu, duduk di kursi reyot tanpa
sandaran.
“ Ada keperluan apa ya Pak?”
Bu Sonade bertanya heran karena biasanya tak ada yang mentamu di sekolah
terpencil itu.
Saya Sasuke Bu,
murid Ibu,” jawab pemuda yang bernama Sasuke itu.
“Hah… Sasuke, Sasuke
‘jabrig’ itu ?” bu Sonade tertegun karena Sasuke yang oleh teman- temannya dulu
di panggil jabrig ini, kini menjadi orang sukses. Terlihat dari pakaian yang
dikenakannya.
“Betul Bu
Alhamdulillah, Ibu tidak lupa dengan saya!” Sasuke menjawab dengan seyum.
“Bagaimana Ibu
bisa lupa dengan anak yang paling bandel seperti kamu!” jawab ibu Sonade dengan
gembiranya. Lepaslah tawa diantara mereka.
Rupanya, pemuda
gagah di hadapannya saat ini adalah Sasuke. Putera dari Polisi penjaga desa
terpencil yang dulu ditugaskan di daerah itu, namun akhirnya pindah ke kota seperti yang lain –
lain. Seperti guru – guru negeri di
Sekolah itu yang akhirnya pindah juga sehingga kini yang tersisa di sekolah itu
hanyalah pak guru Kakashi, yang merupakan suami ibu Sonade yang sedang sakit di
rumah dan dijaga oleh putera tunggal mereka Gara. Pak Kakashi adalah kepala
sekolah sekaligus guru kelas IV, V, dan VI. Sementara ini masuknya bergantian
dengan kelas I, II, dan III saat pak Kakashi sedang sakit, karena tak mungkin
bu Sonade mengajar enam kelas sekaligus, meskipun di sekolah itu hanya terdiri
dari dua ruangan kelas dan satu ruang kecil tambahan untuk ruang guru.
Sementara kelas yang lain sudah roboh dan belum diperbaiki. Sarana dan
prasarana di daerah terpencil itu sangat sulit dan memprihatinkan, diperparah
lagi dengan longsor dan terjangan angin puting beliung yang sering melanda
daerah itu.
Semangat pengabdiannya
mengalahkan segalanya. Ekonomi keluarga yang pas-pasan , pekerjaan yang tidak
ada kepastian, karena beribu – ribu tenaga wiyata bakti katanya mengabdi, tapi
terus menerus untuk diangkat menjadi pegawai negeri. Tetapi berbeda dengan bu
Sonade ini, meskipun hanya lulusan Madrasah Tsanawiyah, kepiawaiannya dan
pengalamannya dalam mengajar tidak kalah hebat dengan guru – guru lain yang
berijazah lebih tinggi darinya, kepercayaan masyarakatlah yang membuatnya bisa
menjadi guru karena bu Sonade adalah puteri seorang ulama sekaligus tokoh
masyarakat daerah itu, juga karena beliau istri seorang guru. Buktinya, berapa
banyak orang – orang hebat seperti Sasuke yang lahir dari tangan – tangan berjasa seperti bu Sonade ini. Jadi
semangatlah Guru – guru di Indonesia!!