HAK ASASI MANUSIA (HAM)
KONSEP DAN IMPLEMENTASI SERTA
PERLINDUNGAN HAM TERHADAP ANAK JALANAN
DI INDONESIA
Makalah
ini disusun guna memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen
: Dr. Sunarso
Oleh : Kelompok 2
1. Arif Riyanto 11520241001
2. Oktaviani Faizatul 11520241002
3. Hardika Dwi Hermawan 11520241004
4. Zein Syahida 11520241005
PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak Asasi Manusia (HAM) di
Indonesia telah mengalami peningkatan dalam proses penegakannya. Reformasi yang
sudah bergulir sejak 13 tahun yang lalu, memantapkan tekad Indonesia dalam
penghormatan HAM. Hal ini di buktikan dengan telah dilengkapinya UUD 1945 pada
perubahan kedua yang merumuskan HAM di dalam bab tersendiri yang terdiri dari
sepuluh pasal, berbeda dengan UUD 1945 awal yang hanya memuat sedikit jaminan
perlindungan HAM.
Namun, dalam upaya penegakan HAM
itu sendiri, tidak selalu selaras dengan teori yang ada. Banyak hal yang harus
diperhatikan dan menjadi perhatian serius berbagai pihak karena sampai saat ini
masih banyak pelanggaran HAM yang terjadi, tidak terkecuali pelanggaran HAM
terhadap anak jalanan.
Anak jalanan merupakan sebuah
fenomena nyata bagi kehidupan. Fenomena yang menimbulkan permasalah sosial. UUD
1945 pasal 27 ayat 2 menyebutkan bahwa “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara
oleh Negara.”Kemudian UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan
keputusan presiden RI No.36 tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on The
Right of The Child. Semua jelas menyebutkan pemerintah punya tanggung jawab
terhadap pemeliharaan anak-anak terlantar dan tak terkecuali anak jalanan yang
juga berhak memperoleh hak-hak normal lainnya.
Untuk itu, kita perlu mengetahui
bagaimana konsep dan implementasi Hak Asasi Manusia di Indonesia. Setelah
mengetahui, kita dapat menjaga dan meminimalisir pelanggaran HAM yang kita
lakukan atau orang lain lakukan. Dalam pembahasan ini, kita juga akan melihat
bagaimana implementasi HAM terhadap anak jalanan di Indonesia, karena sampai
saat ini masih banyak pelanggaran HAM yang menimpa mereka.
B. Permasalahan
1.
Bagaimana Konsep dan Implementasi Hak Asasi Manusia
di Indonesia?
2.
Bagaimana perlindungan HAM terhadap Anak Jalanan di
Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep dan Implementasi Hak Asasi Manusia
Semenjak reformasi, konsep tentang Hak Asasi Manusia
(HAM) sering dibicarakan oleh berbagai ormas, golongan, dan politisi, dari
tingkat bawah maupun atas. Namun, dalam penegakannya masih sering terganjal
batu yang menghentikan langkah penegakannya.
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang diakui
secara universal sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hahekat dan
kodrat kelahiran manusia itu. (Prof. Soetandyo Wignjosoebroto, Lembaga Studi
dan Advokasi Masyarakat, 2005 : 2)
Sejak memasuki era reformasi, Indonesia telah melakukan
upaya pemajuan HAM, termasuk menciptakan hukum positif yang aplikatif. Dilihat
dari segi hukum, tekad bangsa Indonesia tercermin dari berbagai ketentuan yang
tertuang dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 (UUD 45) dan Pancasila, dalam
Undang-undang Dasar yang telah di amandemen, Undang-undang Nomor 39/1999
tentang HAM, Undang-undang Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM, dan ratifikasi
yang telah dilakukan terhadap sejumlah instrumen HAM intemasional.
1. Dalam Pembukaan UUD 45 dengan tegas dinyatakan bahwa
"pejajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan". Dalam Pancasila yang juga tercantum
dalam Pembukaan UUD 45 terdapat sila "Kemanusiaan yang adil dan
beradab". Da1am P4, meskipun sekarang tidak dipakai lagi, namun ada
penjelasan Sila kedua yang masih relevan untuk disimak, yaitu bahwa
"dengan Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, manusia diakui dan
diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa, yang sama derajatnya, yang sama hak dan kewajiban asasinya, tanpa
membedakan suku, keturunan, agama dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan
social, warna kulit, dan sebagainya. Karena itu dikembangkanlah sikap saling
mencintai sesama manusia, sikap tenggang rasa dan 'tepa salira " serta
sikap tidak semena-mena terhadap orang lain".
2. Dalam amandemen kedua UUD 1945, pasal 28 telah
dirubah menjadi bab tersendiri yang memuat 10 pasal mengenai hak asasi manusia.
3. Dalam Undang-undang Nomor 39/1999 tentang HAM
telah dimuat hak asasi manusia yang tercantum dalam instrumen utama HAM
intemasional, yaitu : Deklarasi Universal HAM, Konvensi hak sipil dan politik,
Konvensi hak, ekonomi, sosial dan budaya, konvensi hak perempuan, konvensi hak
anak dan konvensi anti penyiksaan. Undang-undang ini selain memuat mengenai HAM
dan kebebasan dasar manusia, juga berisi bab-bab mengenai kewajiban dasar
manusia, Komnas HAM, partisipasi masyarakat dan pengadilan HAM.
4. Dalam Undang-undang Nomor 26/2000 tentang
Pengadilan HAM khususnya dalam Bab III dinyatakan bahwa Pengadilan HAM bertugas
dan berwenang memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran HAM berat (kejahatan
genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan). Kejahatan genosida adalah setiap
perbuatan yang dilakukan dengan maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh
atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, antara lain
dengan cara yang mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat kepada
anggota kelompok dimaksud. Sedangkan kejahatan terhadap , kemanusiaan adalah
perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas atau sistematis
yang ditujukan secara langsung kepada penduduk sipil, antara lain berupa
perbudakan, penyiksaan, perbudakan seksual dan pelacuran secara paksa,
penganiayaan terhadap suatu kelompok, penghilangan orang secara paksa, dan
kejahatan apartheid. Dalam Bab VII diatur pidana bagi pelaku pelanggaran HAM
berat adalah hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara paling lama 25
tahun dan paling singkat 10 tahun.
Selain produk hukum nasional tersebut, Indonesia juga telah meratifikasi
sejumlah konvensi HAM intemasional, di antaranya yang terpenting adalah :
1. Konvensi Penghapusan segala bentuk Diskriminasi
terhadap Perempuan (CEDAW), diratifikasi dengan UU No.7 /1984.
2. Konvensi HAK Anak (CRC), diratifikasi dengan
Keppres No.36/1990.
3. Konvensi Anti Penyiksaan (CAT), diratifikasi
dengan UU No.5/1998.
4. Konvensi Penghapusan Diskriminasi Ras (CERD),
diratifikasi dengan UU No.29/1999.
5. Sejumlah
(14) konvensi ILO (Hak pekerja).
Implementasi HAM di Indonesia secara umum dapat dikatakan baik, hal ini
dilihat dari perkembangan dan penegakan yang mulai menampakan tanda-tanda
kemajuan. Adanya regulasi hukum HAM melalui peraturan perundang-undangan serta
dibentuknya Pengadilan HAM dalam upaya menyelesaikan kasus pelanggaran HAM
berat yang terjadi.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau
kelompok orang yermasuk aparat Negara baik disengaja maupun tidak disengaja
atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi,
membatasidanatau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang
dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang adik dan benar berdasarkan mekanisme hukum
yang berlaku (Pasal 1 (6) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).
Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah Pengadilan khusus terhadap
pelanggaran Hak Asasi Manusia. Pengadilan HAM meliputi kejahatan genosida, dan
kejahatan terhadap kemanusiaan. Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang
dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau
sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama. Kejahatan
terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagian dari
serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut
ditujujan secara langsung terhadap penduduk sipil. (ada dalam Penjelasan Pasal
7,8,9 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM)
Wujud komitmen pemerintah dalam penegakan HAM dapat kita lihat dari
dibentuknya lembaga-lembaga resmi oleh pemerintah, seperti Komnas HAM, Komisi
Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, dan Peradilan HAM. Lembaga
perlindungan HAM yang lain dibentuk masyarakat, seperti LSM Prodemokrasi dan
HAM.
Perkembangan lembaga-lembaga penegakan HAM memang menunjang semakin
kuatnya pengawasan serta kontrol terhadap berbagai pelanggaran HAM yang
terjadi. Tetapi, sampai saat ini fenomena pelanggaran dan penegakan HAM yang
terjadi masih menjadi keprihatinan kita bersama. Bukti dari lemahnya penegakan
HAM di Indonesia dapat dilihat dari pernyataan Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim di
acara Silahturahmi Aktivis Pro-Demokrtasi di Hotel Acacia,Jakarta Pusat, Sabtu
(10/9/2011), “Hampir semua kasus berat, dari 27
Juli dan Mei 98, sampai sekarang tidak berani disentuh pemerintah. Kasus-kasus
ini ada di Kejaksaan Agung, Jaksa Agung berada di bawah Presiden, tidak berani
ungkap kasus-kasus ini.”
Contoh lain yang lebih sederhana, ada
dalam kehidupan sehari-hari kita sering menyaksikan anak-anak dibawah umur atau
usia sekolah harus bekerja mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya atau
untuk membantu keluarganya. Mereka telah kehilangan kebebasan sebagai anak
untuk menikmati masa kanak-kanak dan remaja. Demikian pula kesempatan untuk
mengembangkan potensinya.
B.
Hak Asasi Manusia pada Anak Jalanan
“Every child has a right to grow up
in a nurturing environment where they can realize their full potential. The
street, with the risks it poses, is not such an environement. Often objects of
pity and fear, street children are boys and girls using street as their source
of livelihood or home.”
Plan International (2007:1)
Anak jalanan adalah salah satu
masalah sosial yang kompleks dan bertalian dengan masalah sosial lain, terutama
kemiskinan. Menangani anak jalanan tidaklah sederhana. Oleh sebab itu,
penanganannya pun tidak dapat disederhanakan. Strategi intervensi maupun
indikator keberhasilan penanganan anak jalanan dilakukan secara holistik
mengacu kepada visi atau grand design pembangunan kesejahteraan dengan
memperhatikan karakteristik anak jalanan, fungsi dan model penanganan yang
diterapkan.
Anak jalanan, seperti pernyataan Plan Internasional di atas, jelas
memiliki resiko-resiko yang berbahaya bagi anak. Jalanan bukanlah lingkungan
yang baik untuk proses tumbuh-kembang anak dan merealisasikan potensinya secara
penuh.Sebagian besar anak jalanan adalah remaja berusia belasan tahun.
Tetapi tidak sedikit yang berusia di bawah
10 tahun. Anak jalanan bertahan hidup dengan melakukan aktivitas di sektor
informal, seperti yang biasa kita lihat di kota Yogyakarta saja, seperti
menjual Koran, mencuci kendaraan, menjadi pemulung barang-barang bekas. Sebagian
lagi mengemis, mengamen, dan bahkan ada yang mencuri, mencopet atau terlibat
perdagangan sex dan obat-obat terlarang.
Akses anak-anak jalanan pada jaminan kesehatan,
perlindungan dari kekerasan, jaminan pendidikan, jaminan kelangsungan hidup
yang lebih baik, belum mendapat perhatian yang benar-benar oleh berbagai pihak.
Penyelesaian persoalan pelanggaran hak anak yang dialami anak-anak jalanan
masih sangat parsial dan kasuistis. Bahkan, anak-anak tersebut menjadi korban
kedua kalinya atau lebih oleh pihak-pihak yang “mengaku” sebagai pelindung bagi
mereka, baik oleh keluarga, masyarakat bahkan aparat pemerintah sendiri.
Pernyataan Menteri Sosial,
Salim Segaff Al Jufrie pada 9 Februari 2012 lalu mengatakan bahwa perlindungan
anak jalanan menjadi kewajiban mendesak pemerintah. Hal ini dikarenakan, anak
jalanan merupakan korban penelantaran, eksploitasi dan diskriminasi. Anak
jalanan mengalami pelanggaran hak asasi manusia.
Berikut adalah beberapa
jenis kekerasan yang biasa terjadi pada anak, khususnya dikalangan anak jalanan
:
a.
Kekerasan fisik
Menampar, menendang, memukul, mencekek,
mendorong, menggigit, membenturkan, mengancam dengan benda tajam dan
sebagainya.
b.
Kekerasan psikis
Kata-kata kasar, penyalahgunaan kepercayaan,
mempermalukan anak di depan orang lain atau umum, melontarkan ancaman dengan
kata-kata.
c.
Kekerasan Seksual
Diraba-raba, diajak melakukan hubungan
seksual, disodomi dan dipaksa melakukan hubungan seksual dan lain sebagainya.
d.
Kekerasan Ekonomi
Pemaksaan orang tua terhadap anak yang
berusia dibawah umut untuk dapat memberikan kontribusi ekonomi keluarga.
Hal tersebut menggambarkan
seberapa pentingnya perlindungan HAM terhadap anak jalanan guna meminimalisisr
berbagai kekerasan yang menimpa mereka.
Berikut adalah beberapa ketentuan pidana atas pelanggaran
dan tindakan kejahatan mengenai anak :
• Pasal 77 UU no.23/02 mengenai tindakan diskriminasi,
penelantaran yang mengakibatkan anak mengalami sakit baik fisik maupun mental
dapat dipidanakan dengan kurungan penjara paling lama 5( lima) tahun atau denda
Rp. 100.000.000,00- (seratus juta rupiah)
• Pasal
80 UU no.23/02
(1)
Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau
penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh
dua juta rupiah).
(2)
Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3)
Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Agar anak jalanan tidak terus menjadi korban
maka perlu ada upaya penghormatan, perlindungan dan pemenuhan terhadap hak-hak
mereka. Upaya tersebut akan berjalan efektif bila melibatkan semua stake
holder yang terlibat: terutama negara sebagai pemangku kewajiban HAM.
Apalagi hak-hak anak-anak telah tercantum jelas di berbagai aturan. Dalam UU
No. 39 tahun 1999 tentang HAM, Konvensi Hak Anak, Konvensi Hak ECOSOB maupun
UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menegaskan bahwa orang tua,
keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara wajib menjamin, melindungi dan
memenuhi hak-hak anak di semua aspek kehidupan. Dan, Komnas HAM sesuai dengan
fungsinya akan terus mengingatkan negara untuk memenuhi kewajibannya dan
mengajak elemen lain yang ada di masyarakat untuk menghormati, melindungi, dan
memenuhi hak-hak anak, terutama anak jalanan agar mereka bisa tumbuh dan
berkembang dengan baik, sehat, dan benar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Upaya pemajuan dan perlindungan HAM
di Indonesia merupakan prioritas penting mengingat UUD 1945 dan peraturan
perundang-undangan tentang HAM mengamanatkan hal tersebut.
Pemajuan dan Perlindungan HAM
merupakan salah satu program utama pemerintah Indonesia sejalan dengan proses
reformasi dan pemantapan kehidupan berdemokrasi yang sedang berlangsung. Konsep
Hak Asasi Manusia sendiri bukan merupakan hal yang baru lagi bagi bangsa
Indonesia yang telah melewati perjuangan yang panjang selama ratusan tahun di
bawah kekuasaan kolonialis untuk meraih dan mewujudkan hak untuk menentukan nasib
sendiri (self determination) atau merdeka dari penjajahan asing, salah satu hak
asasi manusia paling mendasar. Setelah memperoleh kemerdekaan, hak tersebut
dipatrikan di dalam pembukaan UUD 1945, yang dianggap sebagai hak segala
bangsa.
Menyalahkan
negara sebagai satu-satunya pihak yang bertanggung jawab tak secara otomatis
membawa kehidupan anak jalanan menjadi lebih baik. Kita semua, tanpa disadari,
telah menjadi orang dewasa, para ”orang tua” yang merangkap sebagai eksekutor
bagi anak-anak kita sendiri. Algojo yang menghukum anak secara tidak
proporsional. Hukuman yang menghabiskan seluruh energi kehidupan dan masa depan
anak-anak dalam bayang-bayang trauma jalanan, dan debu peperangan. Kita menjadi
orang tua yang mengambil terlampau banyak dari kehidupan anak kita. (wartawan
gunadarma)
Dalam kondisi
seperti inilah kemudian menjadi sangat penting. Indonesia sebagai salah satu
Negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak, maka Negara berkewajiban
untuk mengakui dan memenuhi hak dan kebutuhan anak Indonesia, ketika orang tua
tidak sanggup lagi melakukannya. Atau ketika anak-anak berada dalam kondisi
yang sangat rentan bagi pertumbuhan dan perkembangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Arief Suryadi/komnasham.go.id. 2010. http://www.komnasham.go.id/pendidikan-dan-penyuluhan/1002-kelamnya-dunia-anak-jalanan.
Arlin/kemek-kemek.blogspot.com. 2010. http://kemek-kemek.blogspot.com/2010/08/makalah-sistem-hukum-indonesia.html.
Rizka Diputra/komnasham.go.id. 2011. http://www.komnasham.go.id/rekam-media/1253-penegakan-ham-di-indonesia-mengecewakan.
---/indonesianic.wordpress.com. 2009. http://indonesianic.wordpress.com/2009/01/07/pelanggaran-hak-asasi-anak-di-indonesia/.
---/republika.co.id.
2010. http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/10/12/01/149703-komnas-jutaan-anak-indonesia-alami-pelanggaran-ham.
---/gunadarma.ac.id.
2010. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/03/fenomena-pekerja-anak-dan-anak-jalanan/.
---/pksa-kemensos.com.
2011. http://www.pksa-kemensos.com/2011/02/09/anak-jalanan-korban-pelanggaran-hak-asasi-manusia/